(1 Maret 1922 – 4 November 1995)
Yitzhak Rabin
Tak
ada yang dapat menyangka, hari sabtu, 4 november itu bakal menjadi hari
berdarah bagi orang Israel. Hari itu 100.000 manusia berkumpul di
lapangan raja-raja Israel, tel Aviv untuk mencanangkan dukungan terhadap
kebijkan perdamaian Yitzhak Rabin dengan palestina
Hari
itu bakal menjadi hari bersejarah pula bagi Yigal Amir (26) karena
akhirnya ia berhasil melaksanakan eksekusi mati bagi sang “Penghianat
Besar”.
Sore
pukul 17.45 Amir mengisi Baretta-nya dengan peluru yang telah
dipersiapkan kakanya, Hagai (27). Peluru yang sudah di lubangi
ujung-ujungnya dengan dibor kemudian disumpal dengan air raksa. Bila
peluru biasa menembus langsung kesasaran, ujung peluru yang
berlubang-lubang ini melesak begitu menyentuh sasaran, membelok-belokkan
jalur larinya peluru sambil mengacak-acak, merobek daging dan tulang.
Dengan
naik bus kota ia berangkat menuju lapangan Raja-raja Israel. Rabin
sedang berada di podium dan Nampak amat gembira dan bahagia
Shin Bet
Sementara
itu di luar pandangan khalayak, para petugas keamanan yang sibuk
melaksanakan pengamanan sang perdana menteri. Hanya saja bukti-bukti
menunjukan adanya keresahan dan pertentangan intern di dalam tubuh Shin
Bet, satuan elit yang bertanggung jawab atas keselamatan para petinggi
Israel.
Konon
itu bermula 6 bulan lalu, ketika kepalanya diganti dengan orang yang
kabarnya ahli dalam masalah organisasi-organisasi ekstremis Yahudi. Toh
nyatanya menurut seorang ahli pengamat urusan keamanan Israel “Shin Bet
sudah bermental puas diri, ceroboh dan korup”
Bahwa
bakal ada usaha pembunuhan, sebenarnya sudah di ketahui Shin Bet
sebelumnya. Buktinya tiga minggu sebelum peristiwa naas itu, kepala Shin
Bett mengundang para pemuka gerakan yahudi di daerah pendudukan k Tel
Aviv untuk minta bantuan mereka membuat profil si calon pembunuh.
Maklumlah, yang ada di kepala Shin Bet, si pembunuh pastilah orang
Palestina. Tapi mereka justru menganjurkan agar Shin Bet mengarahkan
penyelidikan terhadap penduduk di wilayah asli Israel sendiri, misalnya
dii daerah pinggiran kota Tel Aviv, amat disayangkan, Shin Bet tak
mengindahkan anjuran itu.
Untuk
mengantisipasi, dilakukan penjagaan ekstra ketat, dengan mengerahkan
lebih dari 1.000 polisi di lokasi. Apa lacur, jalannya nasib Rabin
seolah tak dapat diibelokkan lagi, kesalahan demi kesalahan terjadi,
mengantar Rabin kepada maut.
Yang
pertama dan paling mendasar, Rabin tidak mau mengenakan Rompi Anti
Peluru. Menurut seorang Israel yang ahli keamanan, itu akibat terlalu
akrabnya Rabin dengan Kol. Bennyy Lahav, penanggung jawab keamanannya.
Selama
ini sudah menjadi aturan main Shin Bet bahwa Perdana Menteri harus
selalu berada dalam “kawasan steril” dengan dikelilingi paling tidak
tiga sampai enam pengawal Shin Bet. Namun saat Rabin duduk di podium
hari sabtu itu disebelah Peres, hanya ada dua orang petugas Shin Bet
yang mengawalnya.
Kesalahan
besar lain, rencana semula Rabin tiba di gedung pemda tidak jauh dari
situ, turun dan keluar lewat pintuu di lantai dasar gedung itu menuju
lapangan. Dengan demikian daerah yang dilalui aman dan terbuka.
Yang
terjadi mobil Perdana Menteri langsung parkir disebelah podium, ia
turun langsung berjalan menaiki tangga terbuka. Setelah berpidato pun ia
tidak segera beranjak sebagaimana biasanya tetapi malah ikut
menyanyikan lagu perdamaian.
Sementara
itu 15 menit sebelum Rabin turun dari podium terjadi lagi kesalahan
lain yang terbukti tak kurang fatal. Kawasan parkir dibawah podium
ternyata tidak dikawal. Ketika seoorang perwira menyadari hal itu Amir
telah berhasil menyusup kedalam.
Ketika
acara selesai, Rabin pun turun dari podium, tanpa memeriksa lagi apakah
ia dikelilingi cukup pengawal. Itu belum cukup, polisi dibawah podium
ternyata belum diberitahu bahwa Rabin akan lewat, sehingga mereka belum
siap membuat barikade.
Pada
pukul 09.44 Rabin menuju Cadillac-nya. Amir yang sejak tadi menanti di
belakang tali pembatas maju sampai jaraknya kurang dari 2M dari sasaran.
Dicabutnya pistol dan ia menembak. Kepada polisi ia berteriak “Hanya
Berlatih” dan bahwa pelurunya kosong, satu peluru menembus limpa,
lainnya merobek-robek beberapa pembuluh darah utama didada dan saraf
tulang belakang. Catatan lagu perdamaian di saku Rabin pun bersimbah
darah.
Namun
kesalahan terakhir telah menanti. Tim dokter dan kesehatan tidak siapp.
Setelah usaha mati-matian dan melawan perdarahan hebat, akhirnya dokter
menyerah. Malam itu juga pukul 23.15 Kepala Staf Perdana Menteri
mengumumkan berpulangnya Yitshak Rabin.
Begitu
ditangkap, Yigal Amir mengatakan “Tuhan menyuruh saya melakukannya.
Saya tidak menyesal” pernyataan yang mengagetkan ini masih disambung
dengan pernyataan-pernyataan lain yang tak kalah penuh kebencian.
Seorang mahasiswa Bar Ilan menulis berita di internet “Selamat Berlibur.
Si Tukang Sihir yang jahat telah mati”
Namun dengarlah apa yang
dikatakan oleh salah seorang dari tiga cucunya, Noa Ben-Artzi (17), yang di
ungkap dengan isak tangis yang tertahan, “…… banyaknya orang yang lebih besar
daripada saya telah mengucapkan eulogi untukmu, namun tida ada yang seberuntung
saya yang telah merasakan belaian tanganmu yang lembut dan pelukanmu yag hangat
ataumelihat senyum kecil mu yang selalu berbicara banyak, yang kini telah
tiada, membeku bersamamu …..”
Noa Ben-Artzi
Lepas dari caci maki
orang-orang tertentu, toh sebahagian besar rakyat Israel yang agaknya sudah lelah berperang
lebih berpihak pada perdamaian yang dicanangkan dan diperjuangkan oleh Rabin
dalam 3 tahun akhir hidupnya.
Dalam pidato terakhirnya
dikatakannya, “dua puluh tujuh tahun saya menjadi tentara. Saya bertempur karena
belum ada kesempatan untuk berdamai. namun kini kesempatan itu ada dan sangat
besar … saya percaya sebagian rakyat (Israel) menghendaki perdamaian dan dan
siap mengambil resiko untuk itu …” ternya ia sendiri yang pertama kali memberi
bukti betapa besar resiko yang harus diambil demi upaya perdamaian.
Sebagian manusia
menggambarkan Yitzhak Rabin sebagai pemimpm yang keras, irit kata-kata dan
lugas.
Sebenarnya bukan menjadi
tentara dan negarawan yang menjadi cita-cita Rabin. Lahir 1 maret 1922 ia lulus
dari sekolah pertanian kadorie pada usia 15 kjtahun, karena yakin jalan terbaik
untuk melayani Negaranya dengan menjadi petani. Namun gara-gara PD II, ia masuk
Haganah, tentara bawah tanah Yahudi kemudian bergabung dengan palmah, sebuah
pasukan elite. Tahun 1944 ia sudah menjadi wakil komandan batalion dan
dikenal sebagai ahli strategi militer
Ini bertautan erat
dengan perjalanan sejarah negaranya. Ia berpatisipasi dari perang kemerdekaan,
Perang Arab-israel 1948,
sampai di tahun 1964 ia di angkat menjadi kepala staf angkatan darat kemenangan
besar Israel dalam perang 6 hari di tahun 1967 pun sebenarnya adalah buah
strateginya yang ampuh.
No comments:
Post a Comment
Trima kasih atas Kunjungannya..... Tolong..... tinggalkan komentar/pesan agar saya dapat belajar dan belajar, sehingga kelak blog ini dapat bermanfaat.....